Selasa, 11 November 2014

Kaum Mu'minin melihat Allah di Surga

Ahlus Sunnah bersaksi bahwa kaum mukminin akan melihat Rabb mereka (pada hari kiamat) dengan mata kepala mereka, dan memandang-Nya sebagaimana dalam hadits shahih, Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Sungguh kalian akan melihat Rabb sebagaimana kalian melihat bulan purnama"
keserupaan dalam hadits ini adalah cara melihatnya yang tidak mendapat kesulitan (berdesak-desakan), bukan bentuk yang dilihat (Allah dengan bulan purnama)

Al-Haudh dan Telaga Al-Kautsar

Ashhabul Hadits mengimani adanya haudh dan Telaga Al-Kautsar, serta masuknya sebagian Ahlu Tauhid ke surga tanpa hisab, dan sebagian dari mereka dihisab dengan hisab yang ringan dan kemudian dimasukkan ke surga tanpa diadzab terlebih dahulu. Dan sebagian lagi para pelaku dosa besar dilebur dalam neraka kemudian dibebaskan dan dikeluarkan darinya, kemudian digabungkan dengan saudara-saudaranya yang telah mendahului masuk surga, [dan Ashhabul Hadits meyakini bahwa yang berdosa besar dari kalangan Ahlu Tauhid] tidak kekal di neraka [dan tidak akan tinggal di neraka selama-lamanya]

Adapun orang kafir akan kekal di neraka dan tidak akan keluar darinya selama-lamanya.

Syafa'at

Orang-orang yang dalam ilmu agama dan sunnahnya meyakini adanya syafa'at Nabi untuk para pelaku dosa besar dari kalangan ahlu tauhid, dan yang melakukan dosa-dosa besar dikalangan mereka, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam. 

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
"Syafa'atku diberikan bagi pelaku dosa-dosa besar dari kalangan umatku" (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan lainnya, dikatakan oleh Tirmidzi hadits ini hasan shahi)

Abu Hurairah pernah  bertanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam: "Yaa Rasulullah, siapakah yang paling senang mendapat syafa'atmu pada hari kiamat?" Beliau menjawab: "Aku mengira tak seorangpun yang menanyakan hal ini sebelum kamu, hal ini karena aku melihat kamu bersemangat dalam mencari hadits, "Orang yang paling senang mendapat syafa'atku pada hari kiamat yaitu orang yang mengucapkan laila ha illallah dengan jujur dari sanubarinya" (HR. Bukhari, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Abi 'Ashim dan yang lainnya)
 
Ibnu Hajar mengomentari dalam Fathul Bari: "Ada yang dengan syafa'at itu tidak jadi dimasukkan ke neraka, ada yang menjadi masuk sorga tanpa hisab, ada yang derajatnya di surga dinaikkan 

Kebangkitan Sesudah Mati

Orang-orang yang dalam ilmu agama dan sunnahnya meyakini adanya kebangkitan sesudah mati di hari kiamat, dan segala apa yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam berupa suasana mencekam pada hari kiamat, beraneka ragam keadaan hamba dan makhluk ketika melihat dan menerima hasil perbuatannya. Bagaimana mereka menerima catatan amal apakah dengan tangan kanan atau tangan kiri, menjawab berbagai pertanyaan, serta kegoncangan yang dijanjikan Allah. 

Pada hari yang agung, dalam suasana yang mencekam dibentangan sirath, timbangan, catatan amal meskipun hanya sebutir dzarrah kebaikan dan lain sebagainya

Kesepakatan Salaf Terhadap Riwayat-Riwayat ini

Seorang lelaki dari bani Tamim yang bernama Shabigh datang ke Madinah, ia banyak memiliki kitab, namun sering bertanya-tanya tentang ayat-ayat mutasyabihat. Berita inipun sampai ke telinga Umar bin Khattab. Maka Shabigh dipanggil sedangkan Umar sudah menyiapkan pelepah kurma, ketika orang itu sudah menemuinya, ia pun duduk. Umar bertanya: "Siapa kamu?" lelaki itu menjawab: "Saya Shabigh". Umar kemudian berkata: "Saya Umar, hamba Allah". Umar lalu menghajar lelaki itu dengan pelepah kurma, sampai kepalanya mengeluarkan darah. Maka Shabigh berkata: "Cukup, wahai amirul Mukminin, Demi Allah, kini sudah hilang yang selama ini bersarang di kepalaku", kemudian Shabigh dikembalikan ke kaumnya dan Umar memerintahkan agar kaum muslimin tidak mengajaknya berbicara dengan Shabigh, sampai Shabigh benar-benar sembuh dari 'penyakit'. Setelah Shabigh benar-benar sembuh dari penyakit suka bertanya-tanya tentang ayat mutasyabihat, maka umar membolehkan kaum muslimin untuk bergaul dengan Shabigh. 

Imam Syafi'i rahimahullah berkata: "Andaikata aku menemui Allah (wafat) dengan membawa segala dosa selain syirik, lebih aku sukai daripada aku menjumpai Allah dengan membawa sedikit saja dari kebid'ahan. (Sanadnya shahih,   dikeluarkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah)

Sufyan bin Uyainah menyatakan: "Segala sifat yang Allah sifatkan bagi diri-Nya di dalam Al-Qur'an, penafsirannya adalah baca dan diam" (dikeluarkan oleh Baihaqi dalam Al-I'tiqad)

Diriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa mereka mengungkapkan : "Islam itu datang semata-mata ditegakkan diatas rasa pasrah (menerima)"

Rasulullah shallallahu wa 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya Islam ini dimulai dalam keadaan asing. Dan ia suatu saat akan kembali dianggap asing, maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing itu"

Abdul Qasim bin Sallam menyatakan: "Seorang pengikut sunnah, tak ubahnya orang yang menggenggam bara. Dan pada hari ini, bagiku ia lebih utama dari pada sabetan sebilah pedang di jalan Allah" (Dikeluarkan oleh Al-Khatib)

Ibnu Mas'ud menyatakan: "Wahai manusia, siapa diantara kamu yang mengetahui sesuatu, maka ungkapkanlah. Dan siapa yang tak mengetahui sesuatu maka hendaklah ia berkata wallahu a'lam. karena wallahu a'lam untuk sesuatu yang tidak diketahui, itu termasuk ilmu. Allah azza wa jalla berfirman:

قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ

"Katakanlah [kepada manusia]: "Aku tidak meminta upah apapun kepadamu atas perbuatanku itu. Dan akupun bukan orang yang memaksakan diri untuk hal yang tidak diketahui" (Shaad:86)
(Dikeluarkan oleh Al-Humaidi, Al-Bukhari, At-Tirmidzi)