Ahlus Sunnah bersaksi dan
berkeyakinan bahwa kebaikan dan kejelekan, manfa'at dan mudarat (kejadian yang
manis maupun yang pahit) semuanya dari takdir dan ketentuan Allah ta'ala, tidak
ada yang mampu mencegahnya, menyimpangkan atau menjauhkannya.
Seseorang tidak akan tertimpa suatu
musibah melainkan apa yang telah ditakdirkan. Meskipun seluruh makhluk berusaha
keras untuk menolong orang tersebut, akan tetapi Allah menakdirkan untuk
tertimpa musibah maka usaha tersebut tidak berhasil.
Demikian juga meskipun seluruh
makhluk berusaha untuk mencelakakan dirinya akan tetapi orang tersebut tidak
ditakdirkan celaka, maka usaha tersebut tidak akan berhasil, hal ini
sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radiallahu'anhu.
Yakni sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:
"Ketahuilah, bahwa
seseungguhnya seandainya bersatu umat manusia untuk memberikan manfa'at padamu
dengan sesuatu, niscaya tiadalah mereka dapat melakukannya kecuali dengan
sesuatu yang ditakdirkan Allah kepadamu, dan seandainya mereka bersatu untuk
mencelakakan kamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakan
kamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah takdirkan kepadamu. Telah diangkat
pena (untuk menulis takdir) dan telah kering lembaran-lembaran itu
(HR. Turmudzi dll dan dikatakan hasan shahih)
Allah berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ
هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ
"Jika
Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu,
maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya.."(Yuunus:107)
Termasuk dari pemahaman dan manhaj
Ahlus Sunnah -selain keyakinan mereka bahwa kebaikan dan kejelekan semuanya
dari takdir Allah- mereka juga menetapkan bahwa tidak diperkenankan
menyandarkan kepada Allah apa-apa yang berkesan negatif bila diucapkan secara
terpisah. Tidak boleh dikatakan, misalnya: Allah itu pencipta monyet, babi,
kumbang kelapa dan jangkrik, meskipun kita tahu tidak ada makhluk yang tidak
diciptakan oleh Allah. Dalam hal ini terdapat hadits tentang do'a istiftah:
"Sungguh Maha Suci dan Maha Tinggi Engkau ya Allah, kebaikan seluruhnya
di keduatangan-Mu dan kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu"
(Dikeluarkan oleh:Ahmad, Muslim dan
lainnya)
Maksudnya, wallahu a'lam, kejelekan
tidak termasuk yang bisa disandarkan kepada Allah secara terpisah, seperti:
"Wahai Pencipta keburukan, atau wahai yang menakdirkan kejelekan".
Meskipun benar bahwasanya Dia-lah yang menciptkan dan menakdirkan kejelekan
tersebut.
Oleh karena itu Nabi Khidir 'alaihis
salam menyandarkan kehendak untuk merusak perahu kepada dirinya sendiri,
seperti dikisahkan dalam Al-Qur'an:
"Adapun kapal itu kepunyaan
orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku hendak merusakkan kapal itu,
karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap kapal.
(Al-Kahfi:79)
Namun ketika beliau menyebutkan
kebaikan, kebajikan, dan rahmat, beliau menyandarkan kehendaknya kepada Allah,
Allah ta'ala berfirman:
فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا
وَيَسْتَخْرِجَا كَنزَهُمَا رَحْمَةً مِّن رَّبِّكَ
"..maka
Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu.."(Al-Kahfi:82)
Allah juga memberitakan tentang diri
Ibrahim 'alaihis salam dalam firman-Nya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
"dan
apabila aku sakit. Dialah Yang menyembuhkan aku, (Asy-Syu'ara:80)
Sumber : Kompilasi file CHM oleh Abu 'Abdirrahman Muhammad Taufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar